Pelestarian Cagar Budaya Menghadapi Ancaman Banjir Jakarta
Menurut Disaster Monitoring and Response System (DMRS) dan The ASEAN Disaster Information Network (ADINET), tidak ada data tentang warisan budaya yang terancam bahaya di wilayah tertentu di Indonesia. Temuan DMRS dan ADINET tersebut diungkapkan oleh Dr. Jeanne Francoise, dosen Program Studi Hubungan Internasional, President University (PresUniv), pada 16th APRU Multi-Hazards Symposium 2021, Rabu (24/11), yang diselenggarakan oleh Disaster Risk Reduction Center, Universitas Indonesia, bekerjasama dengan Association of Pacific Rim Universities (APRU).
Pada simposium ini, Jeanne mempresentasikan makalah akademis berjudul Pelestarian Cagar Budaya dalam Menghadapi Ancaman Banjir di Jakarta, yang ditulis bersama Ibu Yuniarti Wahyuningtyas, S.Sos. M.Si.Han, peneliti warisan budaya & manajemen bencana dari U-Inspire Indonesia. Menurut Jeanne, beberapa peninggalan pertahanan Indonesia, seperti situs, bangunan, dan museum di Jakarta Utara, harus segera dilestarikan. “Karena Jakarta Utara merupakan wilayah yang paling terdampak setiap kali Jakarta banjir,” ujarnya.
Dalam simposium ini, Jeanne menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, memperkuat kerjasama lintas sektoral antara pemangku kepentingan dan peningkatan kapasitas dalam pengurangan risiko bencana dan warisan. Kedua, pemerintah harus lebih banyak meneliti cagar budaya dan penanggulangan bencana, termasuk membangun perlindungan cagar budaya, khususnya di daerah rawan banjir di Jakarta. Kemudian, penghitungan ulang warisan budaya di tingkat nasional dan lokal. Terakhir, mulai digitalisasi warisan budaya untuk daerah yang paling rawan. (Gilang Suryanata, tim Humas. Foto: Jeanne Francoise)