Mempelajari Dampak Perubahan Iklim dan Tsunami
Banyak orang menyebut Indonesia sebagai negara yang indah dengan kekayaan alam yang melimpah. Namun, di sisi lain, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang berada di zona Cincin Api. Hal ini menyebabkan negara ini sering mengalami berbagai bencana geologis, seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi, termasuk tsunami.
Indonesia memang merupakan titik pertemuan dari tiga lempeng tektonik dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik, serta terletak di Cincin Api Pasifik, yang terbentuk akibat tabrakan antara lempeng-lempeng tersebut. Hal ini menyebabkan bencana geologis yang tak terhindarkan. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Dalam kondisi seperti itu, upaya antisipatif dengan melakukan deteksi dini kapan bencana akan terjadi, didukung oleh upaya untuk mengatasinya, menjadi hal yang kritis. Itulah yang saat ini dilakukan oleh para peneliti. Salah satunya adalah Ario Muhammad, Ph.D., dosen Program Studi Teknik Sipil, Universitas Presiden (PresUniv).
Ario mengatakan bahwa selama enam tahun terakhir, ia menghabiskan waktu untuk mempelajari bahaya tsunami di Indonesia yang disebabkan oleh gempa bumi. Ia mengatakan bahwa penelitian terbaru menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim saat ini juga berdampak pada bahaya tsunami. "Oleh karena itu, saya mencoba untuk mengembangkan penelitian saya untuk mengintegrasikan dampak perubahan iklim dan bahaya tsunami," ujarnya.
Ke Panggung Internasional
Untuk mengembangkan penelitiannya tentang tsunami di Indonesia, pada bulan Juli 2020, Ario dan rekan sejawatnya, Dr. Raffaele De Risi, dosen Teknik Sipil di Universitas Bristol, Inggris, membuat proposal penelitian untuk dilombakan dalam Indonesia-UK Workshop on Reduction of Climate Change Impact on Flood Risk in Urban Areas. Lomba ini diselenggarakan oleh Universitas Greenwich, Inggris Raya, dan disponsori oleh British Council. Pesertanya adalah Peneliti Karier Awal (Early Career Researchers/ECR), baik dari Indonesia maupun Inggris, yang sedang bekerja pada topik penelitian.
Ada beberapa topik yang dipertandingkan dalam acara ini, seperti pemodelan bahaya banjir, dampak perubahan iklim pada peristiwa banjir, kerentanan infrastruktur terhadap banjir dan peristiwa lainnya, adaptasi perubahan iklim: mitigasi struktural dan kebijakan, kerentanan sosial, kesadaran tentang perubahan iklim dan banjir, dan komunikasi risiko. Untuk lolos sebagai peserta workshop, Ario dan rekan-rekannya harus melewati proses seleksi, yaitu seleksi CV, minat penelitian, presentasi, dan pernyataan motivasi.
Dalam workshop ini, Ario, sebagai peneliti utama, menyusun proposal penelitian tentang dampak perubahan iklim pada bencana tsunami. Proposal ini berjudul "Climate-Change Triggered Sea Level Rise: Increased Inundation Risk Requiring Revised Evacuation Plans - An Enhanced Decision Making Process". Proposal ini kemudian dinyatakan sebagai salah satu pemenang dan menerima dana penelitian sebesar £8,750 atau lebih dari Rp170 juta.
Survey ke Maluku Utara
Ditunjang dengan dana tersebut, selama 9-19 Desember 2021, Ario melakukan survei lapangan ke Maluku Utara, bersama dengan sembilan mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, PresUniv. Mereka adalah Raditya Bintang Sugiarto (angkatan 2020), Ravelino Hafizh Geovenerdy, Farrel Ferdinand Rachman, I Kadek Sapta Widya Cahyadi, Destian Arby, Keivylarza Sweethania Puspita, Julia Irina Ruru, Rahmanda Alya Risayanti Putri, dan Intan Dian Amalia, semuanya dari angkatan 2019. Ini adalah proyek bersama antara PresUniv dan Universitas Bristol. Ario adalah Honorary Research Associate (RA) di Departemen Teknik Sipil, Universitas Bristol.
Selama survei lapangan selama sepuluh hari itu, Ario melakukan empat agenda penting. Pertama, survei potensi untuk tempat perlindungan sementara dari tsunami di masjid-masjid yang terletak di pantai Kota Ternate, sebagai area yang paling padat penduduk di Maluku Utara. Kedua, survei tipologi bangunan untuk memetakan risiko kerugian ekonomi akibat gempa-bumi-tsunami-kenaikan permukaan laut di enam desa, yaitu desa Tabapoma, Tutupa, Pasipalele, Yomen, Sofifi, dan Guruaping.
Ketiga, memetakan potensi likuifaksi di empat desa di Kabupaten Halmahera Selatan, yaitu desa Tabapoma, Tutupa, Pasipalele, dan Yomen. Keempat adalah evaluasi program pemulihan pasca bencana di empat desa tersebut.
Setelah melakukan survei, Ario dan timnya kemudian memberikan edukasi langsung tentang pengetahuan bencana gempa bumi kepada masyarakat di Maluku Utara.
Mengapa Maluku Utara?
Dari beberapa provinsi di Indonesia yang sering dilanda bencana alam, mengapa Ario dan timnya memilih Provinsi Maluku Utara?
Ario mengungkapkan bahwa Maluku Utara berada di daerah yang sangat berisiko terkena gempa-tsunami karena berada diapit oleh tiga sumber gempa-tsunami, yaitu Sangihe, Halmahera, dan Patahan Filipina. Ia menjelaskan tentang hal ini, "Ada sejarah cukup signifikan tentang tsunami di Maluku dan Maluku Utara. Bahkan pada bulan Juli 2019, terjadi gempa berkekuatan 7,3 pada skala Richter (SR) di Kabupaten Halmahera Selatan, yang menghancurkan ratusan rumah. Sebelumnya, kami juga melakukan survei pasca bencana di sana. Jadi, salah satu misi dari penelitian ini adalah untuk melihat perkembangan program pemulihan pasca bencana."
Selain itu, Ario juga menyebutkan bahwa Maluku Utara merupakan daerah perairan. Saat ini, kata dia, terjadi kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim. Hal ini tentu sesuai dengan tema penelitian mereka.
Meskipun lokasi survei cukup menantang untuk diakses karena harus melewati sungai, bukit, hutan, jalan berdebu tanpa aspal, dan lokasi pantai yang terkenal dengan ombak besar, Ario dan timnya merasa senang karena mereka berhasil menyelesaikan survei lapangan dengan baik dan aman. Saat ini, dia dan timnya sedang mengerjakan artikel untuk jurnal ilmiah yang akan segera diterbitkan. Artikel ini masuk dalam kategori jurnal Q1.
Ario juga berharap bahwa tahun ini, setidaknya akan ada tiga artikel Q1 dari hasil penelitian ini. Namun, dia kemudian menekankan tujuan utama dari penelitian ini. Katanya, "Tapi yang terpenting, kami ingin menciptakan basis data multi-bencana: gempa-tsunami-kenaikan permukaan laut untuk Indonesia. Dimulai dari Indonesia bagian Timur dan Barat (Sumatera Barat). Basis data ini diharapkan dapat mendukung program edukasi bencana di Indonesia." (Silvia Desi Betrice, tim PR. Foto: Ario Muhammad)