Pengembangan Kit Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Kearifan Lokal di Yogyakarta: Studi oleh Laila Fatmawati, Vera Yuli Erviana, dan Dholina Inang Pambudi
Pendahuluan:
Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi ancaman bencana dan kerentanan yang tinggi. Dalam rangka meningkatkan ketangguhan dan kesiapsiagaan terhadap bencana, maka perlu dikembangkan perangkat kesiapsiagaan bencana berbasis kearifan lokal Yogyakarta sebagai upaya membangun kesiapsiagaan di kalangan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengembangkan perangkat kesiapsiagaan bencana yang disebut "Tasina" berbasis kearifan lokal Yogyakarta, dan 2) menganalisis kualitas Tasina yang dikembangkan.
Metodologi:
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan model pengembangan ADDIE. Tahun pertama penelitian difokuskan pada tiga tahap: analisis, desain, dan pengembangan. Sebuah prototipe kit kesiapsiagaan bencana yang disebut Tasina telah dikembangkan dan dievaluasi kualitasnya.
Hasil dan Temuan:
Pengembangan prototipe Tasina berbasis kearifan lokal Yogyakarta telah menunjukkan kualitas yang sangat baik. Namun demikian, masih ada ruang untuk perbaikan pada aspek-aspek tertentu dari Tasina dan penambahan konten penting yang akan membantu kelangsungan hidup selama fase awal sebelum bantuan dari luar datang.
Diskusi dan Implikasi:
Pengembangan perangkat kesiapsiagaan bencana berbasis kearifan lokal memiliki potensi yang signifikan dalam meningkatkan ketangguhan masyarakat di Yogyakarta. Dengan menggabungkan pengetahuan, praktik, dan sumber daya lokal, Tasina bertujuan untuk memberdayakan individu dan masyarakat agar dapat secara efektif merespons dan bertahan dari dampak bencana. Prototipe Tasina yang dikembangkan melalui penelitian ini memberikan dasar yang berharga untuk penyempurnaan dan peningkatan lebih lanjut.
Integrasi kearifan lokal dalam inisiatif kesiapsiagaan bencana sangatlah penting karena hal ini mengakui karakteristik dan kebutuhan masyarakat yang unik. Dengan memanfaatkan sumber daya dan pengetahuan lokal, Tasina menumbuhkan kemandirian dan mendorong langkah-langkah proaktif dalam mitigasi, tanggap darurat, dan pemulihan bencana.
Selain itu, pengembangan Tasina dapat berkontribusi pada bidang penanggulangan bencana yang lebih luas dengan mempromosikan pentingnya pendekatan yang peka terhadap budaya dan sesuai dengan konteksnya. Hal ini menjadi contoh bagaimana kearifan tradisional dapat dimanfaatkan untuk mengatasi tantangan kontemporer dan memastikan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan:
Penelitian yang dilakukan oleh Laila Fatmawati, Vera Yuli Erviana, dan Dholina Inang Pambudi menyoroti pentingnya mengembangkan perangkat kesiapsiagaan bencana berdasarkan kearifan lokal Yogyakarta. Prototipe Tasina berfungsi sebagai alat yang berharga dalam meningkatkan ketahanan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Namun, perbaikan dan penyempurnaan terus menerus diperlukan untuk memastikan efektivitas dan keselarasannya dengan kebutuhan spesifik masyarakat.
Dengan mengintegrasikan pengetahuan, sumber daya, dan praktik-praktik lokal, Tasina berkontribusi pada pemberdayaan individu dan masyarakat, sehingga mereka dapat merespons bencana secara efektif dan memitigasi dampaknya. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya mengenali dan menghargai kearifan lokal dalam penanggulangan bencana, karena kearifan lokal memberikan wawasan dan strategi berharga yang berakar pada konteks budaya Yogyakarta.
Ke depannya, perlu ada upaya untuk menyebarluaskan dan mempromosikan penggunaan Tasina di kalangan masyarakat. Kolaborasi dengan para pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah daerah, badan penanggulangan bencana, dan tokoh masyarakat, sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi dan keberlanjutan Tasina. Dengan memanfaatkan kearifan lokal, Yogyakarta dapat lebih memperkuat ketahanan bencana dan berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakatnya.