Dampak Terapi Menggambar terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Anak-Anak Korban Bencana Tanah Longsor
Bencana memiliki dampak yang sangat besar terhadap kualitas hidup para penyintas, terutama anak-anak. Sangatlah penting untuk mengimplementasikan intervensi yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki efektivitas terapi menggambar dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak penyintas bencana tanah longsor di Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia. Menggunakan desain kuasi-eksperimental dengan pendekatan pretest-posttest satu kelompok, penelitian ini melibatkan lima anak berusia antara 8 dan 11 tahun yang pernah mengalami bencana tanah longsor dan menunjukkan kualitas hidup yang rendah atau sedang menurut skala WHOQOL-BREF.
Kelompok eksperimen menerima terapi menggambar, yang melibatkan teknik terapi yang memungkinkan subjek untuk mengeksternalisasi pengalaman traumatis mereka melalui tindakan kreatif yang mencerminkan emosi dan pikiran mereka. Terapi ini terdiri dari tiga tahap: pemanasan, kesadaran, dan menggambar. Analisis Uji Friedman menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam skor kualitas hidup di semua domain sebelum dan sesudah intervensi. Selain itu, data kualitatif melengkapi temuan kuantitatif dengan menggambarkan peningkatan perilaku, sikap, dan interaksi sosial di antara anak-anak.
Hasil penelitian jelas menunjukkan bahwa terapi menggambar memiliki dampak positif terhadap kualitas hidup kelompok eksperimen, yang dibuktikan dengan peningkatan skor kualitas hidup mereka dari tahap pretest ke posttest. Selain itu, manfaat terapi menggambar tetap bertahan dan bahkan meningkat selama tahap tindak lanjut, yang menunjukkan efeknya yang berkelanjutan pada kesejahteraan anak-anak.
Tiga tahap yang digunakan dalam terapi menggambar sesuai dengan prinsip-prinsip yang diusulkan oleh Buchalter (2009). Tahap "pemanasan" berfungsi sebagai bentuk peregangan mental, menciptakan lingkungan di mana anak-anak merasa diterima dan dihormati saat terlibat dalam kegiatan seni kolaboratif. Peregangan mental ini memfasilitasi transisi mereka ke tahap kesadaran, yang mendorong anak-anak untuk melihat kembali pengalaman masa lalu mereka, termasuk kenangan akan peristiwa tanah longsor. Yang terpenting, mereka dibimbing untuk menerima pengalaman-pengalaman tersebut sebagai peristiwa kehidupan yang unik, yang berbeda dengan pengalaman positif mereka. Selanjutnya, tahap menggambar memberikan jalan keluar yang nyata bagi anak-anak untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, harapan, dan impian mereka dengan cara yang menyenangkan. Proses ini memungkinkan mereka untuk secara bertahap terhubung kembali dengan kenangan traumatis mereka dan mengilhami mereka dengan makna yang positif.
Meskipun penelitian ini menghasilkan wawasan yang berharga, ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Pertama, desain penelitian ini menggunakan pendekatan pretest-posttest satu kelompok karena terbatasnya jumlah partisipan, sehingga tidak memungkinkan untuk memasukkan kelompok kontrol sebagai pembanding dan penilaian efektivitas terapi menggambar dibandingkan dengan intervensi lainnya. Kedua, skala pengukuran kualitas hidup yang digunakan tidak dirancang khusus untuk anak-anak, dan keterlibatan orang tua dalam mengisi skala tersebut dapat menimbulkan bias karena skala tersebut mencerminkan persepsi mereka dan bukan hanya persepsi anak-anak. Ketiga, medan yang sulit dan lokasi terpencil di desa Jelok menimbulkan kesulitan dalam hal transportasi, yang mengakibatkan kelelahan bagi para terapis dan tim peneliti selama kunjungan mereka, yang berpotensi mempengaruhi efektivitas terapi. Terakhir, proses tindak lanjut hanya dilakukan satu kali, seminggu setelah terapi, sehingga membatasi pengamatan efek jangka menengah.
Upaya penelitian di masa depan harus mempertimbangkan desain eksperimental yang menggabungkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengevaluasi lebih lanjut efektivitas terapi menggambar. Selain itu, pengembangan skala kualitas hidup yang secara khusus dirancang untuk anak-anak sangat penting untuk mendapatkan pengukuran yang akurat yang selaras dengan tahap perkembangan mereka.
Kesimpulannya, terapi menggambar terbukti menjadi intervensi yang efektif untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak penyintas bencana tanah longsor. Studi ini menyoroti pentingnya menangani kesejahteraan emosional anak-anak yang terkena dampak bencana dan menekankan manfaat potensial dari pendekatan terapi kreatif dalam memfasilitasi proses penyembuhan dan pemulihan mereka. Dengan menyediakan wadah untuk mengekspresikan diri, terapi menggambar memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk memproses pengalaman traumatis mereka dan pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.